Bacaan: 2 Samuel 15:32-34
Ketika Daud sampai ke puncak, ke tempat orang sujud menyembah kepada Allah, maka datanglah Husai, orang Arki, mendapatkan dia dengan jubah yang terkoyak dan dengan tanah di atas kepala.
Berkatalah Daud kepadanya: "Jika engkau turut dengan aku, maka engkau menjadi beban kepadaku nanti,
tetapi jika engkau kembali ke kota dan berkata kepada Absalom: Aku ini hambamu, ya raja, sejak dahulu aku hamba ayahmu, tetapi sekarang aku menjadi hambamu, — dengan demikian engkau dapat membatalkan nasihat Ahitofel demi aku."
Renungan:
Sebagai manusia pasti kita menginginkan agar doa-doa kita dijawab oleh Tuhan. Namun, pernahkah kita meminta kepada Tuhan agar diri kita sendiri yang dipakai Tuhan untuk menjadi penolong bagi orang lain atau menjadi jawaban doa bagi orang-orang yang membutuhkan pertolongan?
Husai merupakan orang yang dipakai Tuhan untuk menolong Daud saat Daud berada dalam kesulitan. Meskipun Daud adalah seorang raja, namun ia juga memiliki rasa khawatir akan keselamatannya. Itulah yang dialaminya ketika Absalom, yang adalah anaknya sendiri memberontak kepadanya. Absalom berhasil mencuri hati sebagian rakyat untuk berpihak kepadanya. Perasaan Daud pun semakin tidak karuan ketika mengetahui bahwa salah seorang penasihatnya yaitu Ahitofel telah bersekongkol dengan Absalom untuk melengserkan dia. Persekongkolan ini membuat semakin banyak rakyat yang berpihak kepada Absalom. Kemudian Daud bersama sejumlah pengikut yang setia kepadanya keluar dari Yerusalem. Mereka berjalan menuju ke bukit Zaitun. Di dalam perjalanan itu Daud sempat berdoa memohon kepada Tuhan agar Tuhan menggagalkan nasihat Ahitofel. Ketika menunggu jawaban Tuhan atas doanya, datang Husai menemui Daud. Apakah ini merupakan jawaban Tuhan atas doanya? Alkitab tidak menyatakan secara tegas. Tidak dijelaskan alasan Husai menemui Daud
Mungkin saja hanya karena simpati, terlihat dari jubah yang terkoyak yang dikenakannya dan dengan tanah di atas kepalanya. Tetapi, melihat apa yang dilakukan Husai selanjutnya, maka bisa dikatakan bahwa ini adalah jawaban Tuhan. Di sini kita melihat ketulusan hati yang dimiliki oleh Husai untuk membantu Daud. Daud hanya berkata, "Jika engkau ......" Dan tanpa membantah sedikitpun, Husai langsung menuruti apa yang diamanatkan raja kepadanya.
Melalui tokoh Husai ini, marilah kita belajar agar tidak menjadi manusia yang egois. Jangan hanya meminta agar harapan kita saja yang dipenuhi, namun selipkanlah juga di dalam doa kita agar kita dimampukan untuk memberikan diri atau hidup kita untuk menjadi alat Tuhan, yaitu sebagai jawaban doa bagi orang lain. Tuhan akan memakai orang yang hatinya sudah siap untuk menjadi agen-agennya di dalam melakukan misi pemulihan bagi jiwa-jiwa yang membutuhkan. Sadarlah, kalau tidak sekarang, kapan lagi kita akan menjadi kepanjangan tangan Tuhan untuk sesama yang membutuhkan? Tuhan Yesus memberkati.
Doa:
Tuhan Yesus, pakailah diriku menjadi alat-Mu untuk menolong orang lain. Amin
CINTA
Renungan Bulan Mei
Dalam kehidupan sehari-hari, tak jarang kita membicarakan Cinta ataupun Kasih. Kata yang mudah sekali untuk diucapkan, namun sangat berbanding terbalik dengan perwujud-nyataannya. Banyak sekali tantangan dalam mengejawantahkan makna “Cinta” itu dalam kehidupan sehari-hari kita. Baik dalam keluarga, lingkungan kerja, maupun dalam lingkungan masyarakat di mana kita tinggal. Terkadang kita masih terlalu egois untuk mampu berbagi “cinta atau kasih” kepada sesama kita. Jangankan terhadap orang lain, untuk keluarga kita sendiri saja terkadang kita masih itung-itungan.
Berbicara hal tersebut, kita bisa belajar dari Bunda seluruh umat beriman, Bunda Maria. Bunda Maria sungguh sudah memberi contoh kepada kita apa itu makna Cinta atau Kasih yang sesungguhnya. Cinta kasih Bunda Maria sungguh nyata dalam hidup dan karya Putera-Nya Yesus, yang juga merupakan contoh utama bagi kita dalam hal Cinta kasih. Bunda Maria dengan setia menemani Yesus dalam perjalanan ke Golgota hingga di puncak bukit tengkorak, sekalipun sebagian dari murid-murid meninggalkan Yesus karena Takut.
Satu kata yang tidak bisa dilepaskan dari cinta kasih Bunda Maria tersebut, yaitu bahwa cinta kasih tidak bisa lepas dari sebuah “Kehadiran”. Kehadiran ini direalisasikan sungguh sangat istimewa dalam Cinta. Dalam Cinta, Aku, Kamu dan Engkau mampu mencapai taraf KITA. Satu kesatuan baru yang tidak mungkin dipisahkan ke dalam dua bagian. Bunda Maria selalu siap sedia hadir dalam perjalanan hidup Yesus, baik dalam keadaan susah maupun dalam keadaan senang. Maka, perlu kita pertanyakan orang-orang yang mudah mengatakan “aku mengasihimu; aku mencintaimu” namun tidak mampu hadir dalam hidup orang yang ia berikan kalimat tersebut. Perlu kita ingat juga bahwa Bunda Maria tidak hanya hadir menemani Yesus. Bunda Maria juga setia mendampingi Yesus mulai dari Bertlehem hingga di Golgota. Semua itu dilakukan Bunda Maria karena Bunda Maria sungguh mencintai dan mengasihi Yesus.
Yesus, Tuhan kita, menitipkan Bunda Maria kepada murid yang dikasihi-Nya, kepada Gereja, dan kepada kita semua, umat beriman. Yesus juga menitipkan kita kepada Bunda Maria. Bunda Maria adalah Bunda Gereja dan bunda kita. Dengan demikian, berarti bahwa Bunda Maria harus menjadi model kita dalam menjalani hidup kita. Akan selalu ada situasi yang membuat iman kita diuji; di mana kita merasa sungguh jatuh dan tertekan dengan segala permasalahan. Janganlah kita menjadi kuatir. Mari kita semua belajar dari Bunda Maria. Kita harus tetap menjadi bukti kehadiran Cinta bagi sesama kita. Dengan demikian kita sudah menjadi saksi Cinta Yesus Kristus di mana saja dan kapan saja. Mari kita bersama-sama menjadi bukti bahwa kita, umat beriman, sungguh-sungguh Kristus. Amin.
Bacaan: Filipi 2:14-15
"Lakukanlah segala sesuatu dengan tidak bersungut-sungut dan berbantah-bantahan,
supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia."
Renungan:
Seorang anak sedang menyapu halaman rumahnya yang ditumbuhi beberapa pohon belimbing. Daun belimbing yang sering rontok sangat merusak pemandangan dan setiap hari hari ia harus menyapu nya. Anak itu melakukan pekerjaan menyapu halaman dengan rajin, tetapi lama-kelamaan ia merasa kesal juga karena dalam waktu beberapa jam saja daun-daunnya sudah berjatuhan lagi. Dalam kekesalan, anak itu bersandar di pohon belimbing sambil memikirkan bagaimana caranya agar ia tidak banyak membuang tenaga untuk menyapu halaman. Melihat gelagat si anak, ayahnya mendekatinya dan berkata, "Kelihatannya kamu sedang kesal? Apa yang sedang kamu pikirkan?" "Iya Yah, saya sedang berpikir bagaimana agar daun-daun belimbing ini tidak berjatuhan lagi ke tanah. Dengan begitu kan saya tidak akan capek menyapu terus-menerus," jawab si anak. "Begini saja, bagaimana kalau kamu menggoyang-goyangkan pohon-pohon belimbing ini agar daun-daunnya jatuh," saran ayahnya. Sambil meloncat kegirangan si anak berlari dan mulai menggoyang-goyangkan pohon belimbing mereka. "Ini ide yang bagus Ayah," katanya. Hari itu si anak merasa sangat puas dan malam hari pun dia bisa beristirahat dengan nyenyak. Di dalam hati ia berpikir bahwa esok hari ia tidak perlu bangun pagi-pagi lagi untuk menyapu halaman, karena tidak akan ada daun yang jatuh. Namun betapa terkejut dan kecewanya si anak karena keesokan harinya ternyata daun daun belimbing masih berjatuhan di halaman. Saat itu ayahnya datang dan berkata kepadanya, "Daun-daun yang rontok adalah suatu kenyataan yang tidak dapat diubah, apalagi kalau tiba musim gugur. Kita tidak dapat mengubah segala sesuatu menjadi sesuai dengan keinginan kita. Yang dapat kita ubah adalah diri kita, dalam hal ini hati kita. Jika engkau harus menyapu setiap hari, kerjakanlah itu dengan hati yang bersyukur dan tidak menggerutu," nasihat ayahnya.
Ketika bangun pagi ini, apakah ada gairah yang baru untuk melakukan aktivitas dan tanggung jawab yang harus kita kerjakan atau sebaliknya kita memulai hari ini dengan berat hati dan bersungut-sungut? Kita jenuh dan malas untuk mengerjakan sesuatu dan berharap segalanya berubah menjadi seperti yang kita harapkan? Jika ini yang terjadi, mari ubah sikap hati kita menjadi hati yang bergairah dan tidak bersungut-sungut mengerjakan tanggung jawab kita. Dengan demikian pekerjaan yang kita lakukan akan terasa lebih ringan dan menyenangkan, karena sebenarnya berat tidaknya pekerjaan terletak pada sikap hati kita. Hanya dengan sikap hati yang bersyukurlah kita bisa melalui setiap hari dengan kemenangan. Mari kita menjadikan setiap hari sebagai hari yang indah dan memandang setiap tugas pekerjaan yang harus kita kerjakan sebagai ibadah yang indah dimata Tuhan. Tuhan Yesus memberkati.
Doa:
Tuhan Yesus ajarilah aku mengerjakan pekerjaan ku dengan tidak bersungut-sungut, dan memandangnya sebagai ibadah kepada-Mu. Amin.
Salah satu ucapan bahagia yang disampaikan Yesus pada waktu berkhotbah di bukit adalah, "Berbahagialah orang yang lemah lembut,... (Matius 5:5). Sebagian orang mengartikan kata lemah lembut hanya sebatas pada keramahan, kesopanan dan nada bicara yang pelan jika berbicara. Sementara itu ada yang mengartikan orang yang lemah lembut sebagai orang yang tidak gampang marah, sabar menanggung beban, tahan terhadap luka hati dan cercaan, ramah, tidak iri, tidak keras hati, tetapi dengan mudah taat pada kehendak Allah. Di kalangan orang Yahudi ada sebuah nyanyian yang syairnya berkata, "Kebijaksanaan, ketaatan dan kelemahlembutan sangatlah berharga, tetapi yang paling berharga dari semuanya adalah kelemahlembutan. Biarlah setiap orang lemah lembut seperti Hillel dan jangan pemarah seperti Shammai." Hillel dan Shammai adalah dua rabi Israel yang cukup terkenal. Mereka hidup pada zaman Bait Allah kedua. Hillel dikenal sebagai orang yang sabar, lembut dan rendah hati, sedangkan Shammai adalah orang yang keras hati, cepat emosi dan tidak sabar. Orang yang tidak cepat terluka dan sakit hati memang lebih disenangi daripada orang yang pemarah dan tidak sabar. Ia jarang bermasalah dalam berhubungan dengan orang lain.
Di dalam kehidupan sehari-hari, ketika bergaul dengan sesama, kita akan selalu menghadapi situasi yang mungkin membuat hati ini merasa tidak enak. Orang yang suka membangkang, pembicaraan yang menyinggung perasaan dan tindakan yang membuat hati terluka, itu pasti akan kita temukan. Kita tidak bisa melarang agar orang tidak menyakiti hati kita, karena jika demikian kita akan kecewa dan membenci semua orang. Kita perlu meminta agar Tuhan memampukan kita menjadi orang yang lemah lembut, kuat dan sabar menanggung beban. Latihlah diri kita dengan membuang ego dan kesombongan yang membuat kita sulit menjadi orang yang lemah lembut. Tuhan Yesus memberkati.
Doa:
Tuhan Yesus terkadang aku tidak mampu menjaga hatiku. Biarlah rohmu yang kudus menolong aku menjadi orang yang lemah lembut. Amin.
Bacaan: Kejadian 45:14-15
"Lalu dipeluknyalah leher Benyamin, adiknya itu, dan menangislah ia, dan menangis pulalah Benyamin pada bahu Yusuf.
Yusuf mencium semua saudaranya itu dengan mesra dan ia menangis sambil memeluk mereka. Sesudah itu barulah saudara-saudaranya bercakap-cakap dengan dia."
Renungan:
Jamie Ogg dan Emily Ogg adalah sepasang bayi kembar dari pasangan suami istri yang bernama David Ogg dan Kate Ogg. Jamie dilahirkan dalam kondisi fisik yang kurang normal, yaitu dengan berat badan yang hanya 900 gram, sedangkan Emily lahir dalam kondisi normal. Setelah tidak ada tanda-tanda kehidupan selama 20 menit, Jamie dinyatakan meninggal. Padahal dokter telah berjuang untuk menyelamatkan Jamie. Kemudian dokter menyelimuti Jamie yang sudah tidak bernyawa lalu memberikan kepada ibunya, Kate. Hati Kate dan David sangat hancur melihat salah satu anak kembarnya meninggal. Dengan hati hancur, Kate memeluk Jamie di dadanya selama 2 jam, sambil menceritakan tentang keluarga dan apa yang akan dilakukannya jika Jamie masih ada. "Aku menaruh dia di dadaku dengan kepalanya di lenganku dan terus memeluknya sambil berbicara. Dia tidak bergerak sama sekali," kata Kate dalam sebuah wawancara.
Pelukan seorang ibu itu ternyata membawa sebuah keajaiban. Tiba-tiba hal yang mengejutkan terjadi, Jamie bergerak seperti terkaget dan nafasnya mulai teratur. Setelah itu, Jamie mengulurkan tangannya dan meraih jari ibunya, serta menggerakkan kepalanya. Melihat keajaiban tersebut, dokter yang bertugas saat itu pun terkejut dan mengatakan bahwa ini adalah keajaiban. Dokter menduga bahwa tubuh hangat Kate bertindak seperti inkubator yang merangsang tubuh bayi agar tetap hangat. Metode seperti ini disebut Kangaroo Care, yaitu metode perawatan bayi prematur dengan cara memberikan sentuhan kulit ke kulit, antara si ibu dengan bayi. Pelukan sang ibu dengan metode Kangaroo Care lebih menguntungkan dibandingkan dengan perawatan dalam inkubator. Yang menarik dari metode ini adalah, bayi tidak harus masuk dalam pemanas buatan, namun dengan metode ini bayi akan mendapatkan pemanas alami. Kisah Kate dan Jamie di atas mengajarkan kepada kita, bahwa pelukan itu memiliki kekuatan karena besar manfaatnya. Terlebih lagi bila pelukan itu diberikan kepada keluarga kita, seperti suami istri, anak dan saudara. Saat Yusuf mengenalkan dirinya kepada saudara-saudaranya, mereka tidak langsung dapat menerima Yusuf, bahkan mereka takut dan gemetar terhadap Yusuf. Namun, keadaan berbalik saat Yusuf mulai memeluk Benyamin dan saudara-saudaranya yang lain. Hubungan persaudaraan yang retak pun menjadi pulih.
Kisah Jamie dan Yusuf membuktikan bahwa pelukan memiliki kekuatan yang luar biasa, hanya saja kita seringkali menyepelekan tindakan nyata itu. Saat ini mungkin ada seseorang yang membutuhkan pelukan dan kasih dari kita, mereka membutuhkan kekuatan dari pelukan tersebut. Untuk itu, nyatakanlah kasih kita dengan sebuah pelukan dan lakukanlah hal ini sekarang juga terhadap keluarga kita yang mungkin saja sedang duduk di samping kita. Tuhan Yesus memberkati.
Doa:
Tuhan Yesus, ajarilah aku untuk dapat menyediakan waktu, sehingga aku dapat memberikan pelukan penuh kasih kepada keluargaku. Amin. (Dod).
Bacaan: Yesaya 9:5
"Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai."
Renungan:
Joseph Mohr sangat terkesan dengan ketenangan dan kesunyian yang dialaminya sewaktu salju mulai turun pada tanggal 24 Desember 1818 pagi di desa Oberdorf, Austria. Suasana itu memberi inspirasi kepadanya untuk menulis lagu yang sangat cocok dinyanyikan pada hari Natal. Pagi itu juga ia menyelesaikan syairnya yang terdiri dari enam bait dan diberi judul "Stille Nacht". Setelah selesai ia mengunjungi temannya, Franz Gruber, seorang organis untuk menciptakan musik yang sesuai dengan syair lagu yang baru dikarangnya. Dengan cepat pula Franz Gruber berhasil menyelesaikan musiknya dengan syair. Ketika mereka berlatih, tiba-tiba organnya rusak, padahal perayaan Natal hanya tinggal beberapa jam lagi. Tetapi dengan semangat mereka terus berlatih walau tanpa organ. Di malam Natal itu, Joseph Mohr melantunkan lagu tersebut dengan suara tenornya sambil bermain gitar. Franz Gruber memainkan basnya dan mereka dibantu koor yang terdiri dari beberapa orang anak wanita. Lagu itu hanya berkumandang malam itu saja di gereja Oberdorf itu. Beberapa hari kemudian seorang tukang reparasi organ datang dan ia berasal dari desa Ziller. Saat melihat salinan lagu itu di atas meja, tukang reparasi itu memintanya dari Joseph Mohr dan Franz Gruber, kemudian memperkenalkannya kepada anggota koor di Ziller.
Suatu hari koor dari Ziller menyanyi di pekan raya di Leipzig dan malam itu adalah awal tersebarnya lagu "Stille Nacht" ke seluruh Jerman dan Austria. Kemudian tahun 1840 lagu ini mulai dicetak dan diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa di dunia. Lagu ini pun diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul "Malam Kudus". Kalau kita menyanyikan lagu Malam Kudus, maka kita akan merasakan kedamaian dan kesyahduan oleh syair dan irama yang mengalun dengan lembut. Rasanya perayaan Natal belum lengkap tanpa menyanyikan lagu Malam Kudus ini.
Natal menceritakan kedatangan Raja Damai. Natal adalah saat di mana kita tersungkur untuk bersyukur di kaki Raja Damai atas kedatangan-Nya. Kekudusan dan keheningan di malam Natal seharusnya membawa kita semakin menyelami betapa besarnya kasih Allah pada kita. Jika hubungan kita dengan Tuhan terasa jauh atau telah memudar, marilah kita memperbaharuinya kembali sekarang juga. Tuhan Yesus memberkati.
Doa:
Tuhan Yesus, aku bersyukur Engkau datang ke dunia ini membawa damai sejahtera dengan memperdamaikan kami dengan Allah. Amin.
Bacaan: Yakobus 5:16b
"Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya."
Renungan:
Seorang pria yang sangat aktif melayani Tuhan merindukan kehadiran seorang anak. Delapan tahun sudah dia mendambakan kehadiran seorang bayi di dalam rumah mereka. Di tahun-tahun pertama pernikahan, dia begitu tekun berdoa. Namun seiring dengan berjalannya waktu, permohonan itu hanya didoakan sekadarnya saja. Suatu hari saat pergi ke sebuah mall, hatinya terasa sesak melihat sepasang suami istri begitu bahagia saat bermain bersama anaknya. Ia ingin berteriak, tetapi dia merasa malu saat itu. Tanpa pikir panjang dia segera mengambil mobilnya dan pergi ke tepi pantai. Di tepi pantai dia berteriak sekuat tenaga, "Tuhan... Aku ingin punya anak!" Sesaat kemudian ia tersungkur dan menangis seperti anak kecil yang meraung-raung meminta apa yang diinginkannya. "Bapa, delapan tahun sudah aku menikah tapi belum juga punya anak. Aku sudah melayani-Mu dengan setia. Karena itu aku minta berkatilah kandungan istriku, berilah aku anak Bapa...," katanya memohon dengan suara yang lirih. Singkat cerita, beberapa waktu kemudian dokter menyatakan bahwa istrinya telah mengandung. Tahun itu juga Tuhan menjawab doanya. Mereka akhirnya memiliki seorang anak.
Kerinduan yang besar untuk segera mendapatkan anak juga dirasakan oleh Ribka dan Ishak. Karena itu Ishak meminta Tuhan memberkati buah kandungan Ribka. "Berdoalah Ishak kepada Tuhan untuk istrinya, sebab istrinya itu mandul; Tuhan mengabulkan doanya, sehingga Ribka, istrinya itu, mengandung." (Kej 25:21). Kata "berdoalah" mengandung arti "memohon dengan sangat". Ini menunjukkan bahwa Ishak sungguh-sungguh berdoa untuk istrinya dan doanya itu sudah menggerakkan hati Tuhan, sehingga Dia tidak mengulur-ulur waktu lagi. Dia segera menjawab kerinduan Ishak yang berdoa dengan hati yang sungguh-sungguh. Betapa bahagianya Ribka bersuamikan seorang pria beriman dan suka berdoa. Doa suami yang benar akan menggerakkan tangan Tuhan untuk bekerja mendatangkan mujizat.
Hari ini kita belajar bahwa istri membutuhkan doa-doa yang dipanjatkan oleh suaminya, karena suami adalah imam dalam keluarga. Para istri, ceritakanlah keresahan atau pergumulan hati kalian kepada suami. Kemudian mintalah sang suami untuk meluangkan waktu memimpin doa yang dilakukan secara bersama-sama dan dalam ketekunan yang tidak putus. Berdoalah sungguh-sungguh, maka Allah yang melihat kesehatian itu akan segera menjawabnya. Tuhan Yesus memberkati.
Doa:
Tuhan Yesus, berilah keluargaku hati yang penuh cinta untuk berdoa, sehingga kami bersehati datang kepada-Mu di dalam doa dan permohonan yang tidak pernah putus. Amin.
William Addis pada tahun 1770 dimasukkan ke dalam penjara karena terlibat kerusuhan. Walau harus terkurung di dalam penjara besi, William Addis tidak membiarkan pikirannya ikut terkurung bersama raganya. Justru di sanalah ia memeroleh ide untuk membuat sikat gigi. Tulang-tulang sisa makanan ketika di penjara, dijadikan sebagai gagang sikat gigi. Tulang-tulang tersebut dilubangi kecil-kecil, yang nantinya akan dimasukkan bulu-bulu binatang yang ia peroleh dari penjaga penjara. Jika orang terdahulu menggunakan tali atau sejenisnya sebagai bahan terakhir dalam pembuatan sikat gigi, William menggunakan lem sebagai bahan terakhirnya. Lem dapat membuat bulu-bulu binatang merekat di tulang yang telah dilubangi. Dengan demikian, bulu-bulu tersebut tidak mudah lepas, sehingga pemakaian sikat gigi dapat bertahan cukup lama. Kabarnya setelah keluar dari penjara, William memproduksi lebih banyak temuannya itu. Pada tahun 1780, William Addis tercatat sebagai orang pertama yang menciptakan sikat gigi dalam jumlah yang banyak. Ia berhasil menjadi seorang miliarder.
Hampir sama dengan kisah William di atas, meski raga terkurung di dalam penjara, tidak lantas membuat hati dan pikiran rasul Paulus ikut terkurung pula. Terbukti selama berada di dalam penjara, rasul Paulus masih tetap dapat menyapa jemaat Tuhan melalui tulisan-tulisannya.
Raga kita mungkin tidak terkurung, tetapi bagaimana dengan pikiran kita? Keadaan yang tidak baik seringkali membuat kita mengeluarkan kata-kata pesimis yang pada akhirnya tidak hanya mengurung pikiran tetapi juga membelenggu, bahkan melumpuhkan pikiran kita, sehingga kita tidak dapat melangkah maju. Apapun keadaan kita saat ini, jangan biarkan keadaan tersebut menentukan pikiran kita. Sebaliknya, biarkan pikiran kita yang menentukan keadaan, akan menjadi seperti apa dan bagaimana. Dengan demikian kita akan dapat tetap berkarya bagi Tuhan serta sesama. Tuhan Yesus memberkati.
Bacaan: Filipi 4:8-9 "Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu.
Dan apa yang telah kamu pelajari dan apa yang telah kamu terima, dan apa yang telah kamu dengar dan apa yang telah kamu lihat padaku, lakukanlah itu. Maka Allah sumber damai sejahtera akan menyertai kamu."
Doa:
Tuhan Yesus, arahkanlah selalu hati dan pikiranku kepada-Mu, agar dalam situasi dan kondisi apapun, aku dapat tetap berkarya bagi-Mu. Amin.
(Matius 6:34)
Banyak orang-orang yang membuat pembenaran dengan berkata: “ Wajar kita khawatir, kita khan masih manusia.” Pembenaran tersebut bukan tanpa alas an; mereka berfikir dan bahkan meyakininya bahwa manusia ituh seba lemah kedagingannya. Jadi mereka membuat pembenaran yang berdasarkan seolah-olah pengakuan iman.Suatu saat pengakuan iman ituh memang tidak dilandasi dengan kerendahan hati yang tulus; yang terjadi adalah perwujudan iman yang negatif.
Semakin sering kita memikirkan atau membayangkan kekuatiran kita, maka akan semakin nyata kekuatiran itu di dalam pikiran kita. Sekali lagi, padahal hal tersebut sama sekali belum terjadi, dan kemungkinan tidak akan terjadi. Sedihnya lagi beberapa orang, bahkan banyak orang berfikir bahwa pergumulan hari ini akan terus ada sampai besok. Cara pandang kita menangani pergumulan itu menentukan kapan selesainya masalah tersebut. Jika kita terus membiarkan diri kita kuatir, pergumulan itu akan terus mengganggu kita. Namun jika kita menentukan pilihan untuk percaya kepada Tuhan, kita pasti menemukan jalan keluar.
Matius 6:34; Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari. Dari penggalan ayat ini saja kita sudah dijamin oleh Tuhan, bahwa kesusahan yang ada tentu datang hanya untuk sehari saja. Akan tetapi kembali lagi pada iman kita pribadi: Apakah kita berani mengimani hal tersebut? Ataukah sebaliknya, kita semakin tenggelam dalam kesusahan itu. Salah satu rekan malah mempertegas: “Apakah kita ma uterus berkubang pada masalah dan kesusahan ituh? Atau jangan-jangan justru kita menikmati berkubang tersebut?”
“Tuhan kuserahkan seluruhnya penggenapan hidupku sepanjang hari ini, aku sudah mengerahkan segala yang aku punya, logika piker , keterampilanku, budiku dan segenap kekuatanku, kupersembahkan seluruh usahaku padaMu ooh Tuhanku yang Maha Kuasa, kini jadikanlah aku kuat untuk menuai hasilnya yang seturut kehendakMu.”
Penulis
Tim SMA TALENTA
Yesus berkata kepadanya: “Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.
- Matius 18:22
Secara manusiawi, membereskan akar pahit akibat disakiti lebih sulit daripada membereskan akar pahit karena menyakiti orang lain. Namun, apabila rasa sakit itu dibiarkan, perlahan tapi pasti akan merusak diri sendiri. Dimulai dengan munculnya rasa benci, hilangnya sukacita, terhambatnya pertumbuhan rohani, dan dampak-dampak lainnya. Solusi terbaik untuk membereskan akar pahit di dalam hati adalah dengan melepaskan pengampunan.
Petrus, salah satu murid Yesus yang lantang, pernah berbicara tentang pengampunan. Ia bertanya kepada Yesus, “Berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?” Sangat mungkin Petrus dulu pernah disakiti berkali-kali oleh orang yang sama sehingga terucaplah pertanyaan ini dari bibirnya. Petrus berpikir dirinya sudah murah hati saat mengatakan tujuh kali. Maklum zaman itu, rabi-rabi mengajarkan pengampunan cukup diberikan tiga kali. Lebih dari itu maka tidak ada keharusan. Petrus berpikir dirinya akan dipuji karena kemurahannya, tetapi Yesus menanggapinya berbeda. Memberi pengampunan seperti yang diajarkan Yesus bukan sampai tujuh kali, tetapi tujuh puluh kali tujuh kali. Artinya, pengampunan diberikan tanpa dibatasi jumlah.
Melepaskan pengampunan secara manusiawi bukan hal yang mudah, apalagi jika orang yang menyakiti adalah orang yang sangat dekat dan melakukannya berulang kali. Ingatkah Anda kutipan Roma 5:15 berikut, “... jauh lebih besar lagi kasih karunia Allah ...” Sebagai orang percaya, Anda telah menerima kasih karunia Allah. Pengorbanan Yesus di atas salib telah mengampuni seluruh dosa Anda, mengapa kita tidak bersedia mengampuni kesalahan orang lain yang secuil itu? Coba bayangkan dosa selama Anda hidup di dunia. Apakah bisa kita menghitungnya? Jawabannya pasti tidak. Kesalahan orang yang menyakiti kita tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan pelanggaran kita terhadap Tuhan. Namun, Dia tetap mengampuni kita.
Sebagai orang yang telah menerima dan merasakan kasih karunia dari Allah, sudah semestinya kita menyalurkan kasih karunia itu kepada orang lain. Memberi pengampunan adalah salah satu bentuk pernyataan syukur kita terhadap kasih karunia Allah. Jangan sampai kita seperti hamba jahat pada bacaan ini.
Refleksi Diri:
- Apakah ada akar pahit di dalam hati kita terhadap orang yang pernah menyakiti kita?
- Sudahkah kita mensyukuri kasih karunia yang Tuhan Yesus limpahkan dengan mengampuni orang yang bersalah kepada Anda?