Bacaan: Yohanes 11:4
Ketika Yesus mendengar kabar itu, Ia berkata: "Penyakit itu tidak akan membawa kematian, tetapi akan menyatakan kemuliaan Allah, sebab oleh penyakit itu Anak Allah akan dimuliakan."
Renungan:
Seorang raja memutuskan untuk melakukan perjalanan melalui laut dengan beberapa pelayan setianya. Mereka bergabung dengan kapal di Dubai dan berlayar di laut terbuka. Namun, setelah kapal menjauh dari pinggiran pantai, pelayannya, yang belum pernah melihat lautan, mulai panik. la mulai menangis, berteriak dan menolak untuk makan atau tidur. Semua orang mencoba untuk menenangkannya, mengatakan bahwa perjalanan itu tidak berbahaya. Tapi meskipun ia mendengar kata- kata mereka, tetap saja ia berteriak ketakutan. Raja tidak tahu apa yang harus dilakukan, sehingga perjalanan di laut tenang itu, kini menjadi siksaan bagi para penumpang dan awak yang lain. Dua hari berlalu tanpa ada yang bisa tidur karena teriakan pria itu. Raja hendak meminta nahkoda kapal untuk kembali ke pelabuhan, ketika salah satu menterinya, yang dikenal bijaksana, datang dan berkata, "Yang Mulia, dengan izin anda, saya akan menenangkannya." Sang Menteri lalu memerintahkan agar orang itu dibuang ke laut. Beberapa anggota kru lalu melemparkannya ke laut. Orang itu meronta-ronta di laut, tenggelam, dan banyak menelan air laut, muncul kembali ke permukaan, berteriak lebih keras dari sebelumnya, tenggelam lagi, dan berhasil ke permukaan sekali lagi. Saat itulah, menteri memerintahkan agar menarik orang itu kembali ke kapal. Sejak saat itu, tidak ada yang mendengar lagi keluhan dari orang itu. Ia menghabiskan sisa perjalanan dalam ketenangan. Bahkan ia berkomentar kepada salah satu penumpang kapal bahwa ia tidak pernah melihat sesuatu yang begitu indah seperti langit dan laut yang menyentuh cakrawala. Perjalanan, yang sebelumnya menjadi siksaan bagi semua orang di atas kapal, kini jadi menyenangkan dan penuh kedamaian. Beberapa waktu kemudian, Raja bertanya kepada menterinya, "Bagaimana kau bisa tahu, bahwa dengan melemparkan orang itu ke laut, akan membuatnya tenang?"
Menterinya pun menjawab, "Karena pernikahan saya. Saya selalu takut kehilangan istri saya, dan sangat cemburu sehingga saya tidak pernah berhenti berteriak dan menjerit seperti orang itu. Suatu hari la meninggalkan saya, dan saya mencicipi pengalaman mengerikan hidup tanpa dia. la mau kembali lagi ketika saya berjanji tidak pernah lagi menyiksanya dengan ketakutan saya."
Dalam kehidupan ini mungkin sering kita dihadapkan kepada lembah kekelaman. Mungkin kita merasa takut dan begitu cemas dalam menjalani kehidupan ini. Kisah di atas mungkin bisa menjadi pembelajaran untuk kita. Tuhan terkadang mengizinkan kita ada di dalam lembah kekelaman. Hal ini bertujuan agar kita mengerti kasih karunia Tuhan yang ada di dalam kehidupan kita ini. Masih ingatkah kita dengan kisah Lazarus yang Tuhan bangkitkan? Dalam satu ayat dikatakan, "Namun setelah didengar-Nya, bahwa Lazarus sakit, la sengaja tinggal dua hari lagi di tempat, di mana la berada." Dari ayat tersebut, kita mengerti bahwa saat Yesus mengetahui Lazarus dalam kesakitan, Yesus bertindak seolah-olah membiarkan Lazarus dalam kesakitan itu. Namun tujuan yang ingin dicapai Yesus adalah agar kemuliaan Tuhan semakin dinyatakan. Jadi, saat ini, apapun yang menjadi problem atau permasalahan kehidupan kita, jangan takut, karena tepat pada waktunya kita akan melihat kuasa Tuhan dinyatakan, pertolongan Tuhan kita alami dan kita akan mengerti betapa besarnya kasih Tuhan untuk kita, sehingga kita dapat menjalani hidup ini dengan penuh rasa syukur. Tuhan Yesus memberkati.
Doa:
Tuhan Yesus, terima kasih karena Engkau selalu ada untukku. Sabda-Mu senantiasa menguatkanku, sehingga apapun masalahku saat ini dan bagaimanapun keadaanku saat ini, aku percaya bersama dengan Engkau semua akan baik-baik saja. Amin.
1 Timotius 4:4 (TB)
Karena semua yang diciptakan Allah itu baik dan suatu pun tidak ada yang haram, jika diterima dengan ucapan syukur.
1 Korintus 6:12 (TB) Segala sesuatu halal bagiku, tetapi bukan semuanya berguna.
Segala sesuatu halal bagiku, tetapi aku tidak membiarkan diriku diperhamba oleh suatu apa pun.
Kita hidup di era kemajuan teknologi komunikasi. Buah dari kemampuan manusia mengembangkan budaya berupa apa yang kita rasakan, apa yang kita butuhkan dan nikmati saat ini.
Sorotan kita, sebagai mahluk sosial yang selalu butuh berinteraksi dengan sesama maka medsos merupakan wadah kita untuk aktualisasi diri dan berkomunikasi, dimana wadah itu ternyata nan luas tanpa batas, namun beresiko kebablas jika tidak ber awas awas.
Sulit bahkan tidak mungkin hidup di jaman now dengan menolak teknologi. Namun kita juga harus waspada jika teknologi itu membuat arah hidup kita melenceng, atau malah menjadikan kita hilang arah sama sekali alias tidak tahu tujuan hidup.
Mengapa medsos perlu kita waspadai? Karena dari medsos kita mendapat teman yang memberi kita penerimaan dan pengakuan. Kita merasa begitu berharga jika telah terkumpul makin banyak followers, friends, like dan subscriber . Dalam hal ini, wajar jika sebagai buah alami dari komunikasi, tidak wajar jika diri kita jadi pemburu followers, like dsb yang menyita waktu dan perhatian kita untuk memantau "musim" hujan atau kemarau like pada medsos kita. Banyak waktu akan hilang terbuang, fokus kerja akan hilang pula, alhasil prestasi akan melayang terbang.
Belum lagi, jika kita gampang terbawa perasaan, melihat status, unggahan orang. Tanpa kita rasa, arus buruk medsos menyeret kita bukan? Mulai arus adu gengsi, arus adu nalar, bahkan arus adu rohani. Menyita waktu utama hidup kita di alam sana, membuat lalai tugas kita di alam sini.
Sobat, jangan hidup dikuasai medsos! Pakai bersama medsos untuk membangun, agar diri kita dan komunitas kita tumbuh kembang.
Renungan:
Suatu kali Billy Martin manajer baseball mengadakan perjalanan untuk berburu dengan Mickey Mantle. Mereka pergi ke peternakan teman Mickey yang bisa memberi izin berburu di peternakannya. Akhirnya mereka tiba dan Mickey menyuruh Martin menunggu di mobil sementara ia meminta izin pada sahabatnya. Sahabatnya pun memberi izin tetapi dengan satu permintaan. "Saya memiliki satu keledai peliharaan yang buta di kandang. Saya tidak tega melihatnya menderita. Maukah kau menembaknya untukku?" pinta sahabatnya. Mickey pun menyetujui. Saat ia kembali ke mobil, ia berpura-pura marah, membanting pintu sampai tertutup. "Ada apa?" tanya Martin. Mickey menggeram, "Temanku tidak mengizinkan kita berburu di tanahnya. Aku kesal dan aku akan pergi ke kandangnya untuk menembak salah satu keledainya." Mickey mengendarai mobil ke kandang seperti orang gila. Martin yang bersamanya pun merasa ngeri dan berteriak, "Kita tidak dapat melakukan ini." "Coba lihat saja," jawab Mickey. Tiba di kandang, Mickey melompat dari mobil dengan senapannya, berlari ke dalam dan langsung menembak keledai tersebut. Tetapi saat ia meninggalkan kandang, ia mendengar dua tembakan lagi. Dia berlari ke dalam mobil dan melihat bahwa Martin telah mengeluarkan senapannya juga. "Apa yang kau lakukan Martin?" teriaknya. "Kita tunjukkan pada orang brengsek itu. Aku baru saja membunuh dua dari sapi-sapinya!" kata Martin dengan wajah penuh kemarahan. Begitu cepat virus kemarahan menular. Tidak menunggu waktu berhari-hari untuk membiarkannya, dalam hitungan menit pun ia sudah tersebar.
Terkadang tanpa disadari kita pun sering bersikap seperti Martin. Emosi kita mudah terpancing dengan situasi yang memicu kita untuk kesal. Tetapi firman Tuhan mengajak kita agar tidak lekas gusar dan marah bagaimanapun keadaannya. Seseorang pernah berkata bahwa kemarahan mengurangi limphocytes dalam tubuh kita, yang menyebabkan menurunnya antibodi yang diperlukan untuk memerangi penyakit-penyakit menular. Untuk itu sangatlah bijak jika kita bersikap tenang dalam menyikapi keadaan yang panas.
Untuk bisa menghindari kemarahan dengan cepat ada baiknya kita memerhatikan keadaan yang sebenarnya dan informasi yang kita dapat harus terbukti jelas. Jangan lekas gusar saat mendengar suatu perkataan atau keadaan yang membuat kita marah. Dengan memiliki kesabaran maka kita akan beruntung. Selain jadi berkat, orang lain pun senang bersahabat dengan kita. Karena tidak ada orang yang suka bergaul dengan pemarah, malah ia akan dijauhi oleh orang-orang di sekitarnya. Untuk itu marilah kita membentengi hati dengan kesabaran. Tuhan Yesus memberkati.
Bacaan: Amsal 22:24-25
"Jangan berteman dengan orang yang lekas gusar, jangan bergaul dengan seorang pemarah,
supaya engkau jangan menjadi biasa dengan tingkah lakunya dan memasang jerat bagi dirimu sendiri."
Doa:
Tuhan Yesus, biarlah aku semakin bijak dalam menyikapi situasi yang mungkin memicu kemarahan dan mampukanlah aku untuk sabar menghadapinya. Amin. (Dod).
Bacaan: Amsal 16:33 "Undi dibuang di pangkuan, tetapi setiap keputusannya berasal dari pada TUHAN."
Renungan:
Sering kita mendengar berita yang menghebohkan yaitu dengan tertangkapnya para pelaku kejahatan. Ada yang terlibat kasus korupsi, pembunuhan, narkoba dan lain sebagainya. Dikatakan heboh karena orang-orang itu sudah lama bersembunyi, seakan-akan tidak terjangkau oleh aparat keamanan, namun akhirnya tertangkap juga.
Demikian juga dengan Akhan bin Karmi, yang tidak bisa bersembunyi setelah melakukan sesuatu yang dianggap jahat di mata Tuhan. Sebagaimana diceritakan di dalam Yosua 7:1 bahwa Akhan bin Karmi telah mengambil sesuatu dari barang-barang yang dikhususkan, baik yang dikhususkan untuk dimusnahkan maupun yang harus dimasukkan ke dalam perbendaharaan Tuhan. Tidak lama setelah itu, ketahuan bahwa Akhan yang telah mengambil barang-barang tersebut. Ada dua hal yang menarik untuk kita perhatikan berkaitan dengan peristiwa ini yaitu: Pertama, Akhan adalah salah satu dari sekian banyak orang Israel saat itu. Memang tidak disebutkan secara pasti, namun jumlah orang Israel yang memasuki Kanaan tentulah sangat banyak, mengingat mereka ada yang masih di bawah umur ketika keluar dari Mesir dan banyak juga yang lahir selama 40 tahun pengembaraan mereka di padang gurun. Mencari seseorang dari sekian banyak orang tersebut adalah bagaikan mencari jarum ditumpukan jerami. Namun kenyataannya Akhan tertangkap juga. Tentu saja karena Tuhan yang menolong Yosua untuk menemukan sang pembuat celaka bangsanya itu.
Kedua, Akhan tertangkap dengan metode pengundian. Cara yang dilakukan oleh Yosua ini menjadi kebiasaan bangsa Israel untuk menemukan seseorang yang diduga berkaitan erat dengan sebuah peristiwa. Diawali dengan memperhadapkan suku demi suku, kemudian kaum demi kaum, kemudian keluarga demi keluarga, yang terakhir seorang demi seorang dan didapatilah Akhan. Sekalipun dengan cara pengundian, tetapi Tuhan sendirilah yang memutuskan. Jauh setelah peristiwa itu terjadi, penulis Amsal menuliskan dalam Amsal 16:33, "Undi dibuang di pangkuan, tetapi setiap keputusannya berasal daripada Tuhan." Intinya adalah tidak ada yang bisa bersembunyi setelah melakukan tindakan yang dianggap jahat di mata Tuhan. Pasti pada akhirnya ketahuan dan tertangkap.
Sebagai orang percaya pada Tuhan Yesus, kita juga harus sadar bahwa Tuhan menjelajah seluruh bumi, artinya bahwa tidak ada yang luput dari pengawasan-Nya. Apapun yang kita perbuat, Tuhan tahu, bahkan apa yang ada di dalam hati kita pun Tuhan tahu. Maka Jangan melakukan tindakan yang dianggap jahat di mata Tuhan. Sebab dimanapun kita melakukannya, pasti akan ketahuan. Kita tidak bisa bersembunyi dari Tuhan dan suatu saat kejahatan kita akan diungkap oleh Tuhan, kecuali kita bertobat, maka Tuhan tidak akan mempermalukan kita. Tuhan Yesus memberkati.
Doa:
Tuhan Yesus, aku sadar bahwa Engkau melihat semuanya. Maka ampunilah segala dosaku dan jangan Kau ungkap tindakan jahatku di hadapan sesamaku. Amin.
Bacaan: Roma 4:18-20
Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Abraham berharap juga dan percaya, bahwa ia akan menjadi bapa banyak bangsa, menurut yang telah difirmankan: "Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu."
Imannya tidak menjadi lemah, walaupun ia mengetahui, bahwa tubuhnya sudah sangat lemah, karena usianya telah kira-kira seratus tahun, dan bahwa rahim Sara telah tertutup.
Tetapi terhadap janji Allah ia tidak bimbang karena ketidakpercayaan, malah ia diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah."
Renungan:
Di manakah kita akan menempatkan iman kita ketika di hadapan kita hanya ada sebuah fakta ketidakmungkinan? Abraham telah berusia 100 tahun sementara rahim Sarah telah tertutup ketika Tuhan menjanjikan seorang anak kepadanya. Namun dikatakan bahwa Abraham berharap juga dan percaya bahwa ia akan menjadi bapa banyak bangsa. Hal ini diperhitungkan Tuhan kepadanya sebagai kebenaran. Demikianlah Tuhan menerima bukti dari imannya dalam sebuah kemustahilan hidup.
Apa yang dihadapi Abraham tidak berbeda dengan situasi kehidupan kita, di mana iman dan fakta hidup berada di dua belahan dunia yang berlainan. Kehidupan kita sehari-hari dipenuhi dengan perkara-perkara yang membuat kita melihat sebuah kemustahilan. Kita diperhadapkan pada situasi yang sulit untuk memilih antara memercayai sesuatu yang belum kita lihat dengan mata iman atau pasrah pada apa yang ada di hadapan mata jasmani kita. Sakit yang tidak kunjung sembuh, persoalan yang tidak memiliki jalan keluar, kondisi kehidupan yang semakin memburuk, ketidakberdayaan kita menghadapi tekanan, dapat meninabobokkan iman kita tanpa perlawanan.
Abraham tidak menyerah kepada kondisi yang ada, melainkan bangkit untuk mengadakan perlawanan, sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Abraham berharap juga dan percaya. Abraham tidak membiarkan usianya menjadi kendala kehidupan imannya, melainkan ia menajamkan imannya dengan meyakini kuasa Tuhan yang sanggup melaksanakan apa yang telah dijanjikan. Janji Tuhan menjadi motor yang menggerakkan imannya kepada kuasa Tuhan.
Janji Tuhan harus berada di barisan depan iman kita, karena tanpa janji Tuhan, Laut Merah tidak akan terbelah, gunung batu tidak akan memancarkan air, tidak ada sejarah kemenangan atas Kanaan. Apapun situasi kehidupan yang menjerat kita saat ini, kita harus menggenggam janji Tuhan. Janji Tuhan harus ada di pikiran kita yang terfokus pada-Nya dan tertanam di dalam jiwa kita yang akan melahirkan kekuatan untuk bertahan, serta dekat di bibir kita untuk diucapkan, sehingga rintangan yang menghadapi bisa dikalahkan.
Ketika kita mengerti bagaimana menjalani hari-hari hidup kita yang berlandaskan pada janji Tuhan, maka kemustahilan hidup hanyalah menjadi batu asah iman kita saja. Mari kita merefleksikan diri kita atas konsep kebenaran ini dengan sebuah pertanyaan, "Sejauh manakah janji Tuhan di dalam Firman-Nya berperan dalam keseharian kita? Tuhan Yesus memberkati.
Doa:
Tuhan Yesus, aku bersyukur atas janji-janji-Mu bagi diriku dan aku mau hidup berdasarkan janji-janji-Mu itu, sehingga aku tidak jatuh terkapar. Amin.
Bacaan: Amsal 13:5-7
"Orang benar benci kepada dusta, tetapi orang fasik memalukan dan memburukkan diri.
Kebenaran menjaga orang yang saleh jalannya, tetapi kefasikan mencelakakan orang berdosa.
Ada orang yang berlagak kaya, tetapi tidak mempunyai apa-apa, ada pula yang berpura-pura miskin, tetapi hartanya banyak."
Renungan:
Superiority complex adalah sebuah gangguan dalam jiwa seseorang, yang dilatarbelakangi oleh keinginan untuk mencapai kesempurnaan di dalam setiap aspek kehidupan orang tersebut. Kelemahan yang ada dalam diri seseorang dapat mengakibatkan seseorang mengalami superiority complex, di mana ia selalu berusaha tampil menjadi orang yang sempurna dalam segala hal di hadapan orang banyak.
Seseorang yang mengalami superiority complex, sesungguhnya menyembunyikan perasaan rendah diri yang ada di dalam dirinya. Misalnya orang tersebut selalu bersikap sombong serta berusaha menguasai orang lain atau berusaha menjadi yang lebih dominan dalam segala hal, termasuk berusaha menguasai pembicaraan dalam sebuah diskusi. Namun sesungguhnya orang itu justru tersiksa dengan kelemahan atau kekurangan yang ia miliki, baik kelemahan atau kekurangan secara fisik, maupun secara mental karena diabaikan oleh orang-orang yang ada di sekitarnya. Sehingga dengan cara-cara tertentu ia berusaha menarik perhatian orang lain supaya ia mendapat perhatian, pujian atau sanjungan dari mereka. Contoh lain seseorang yang berlagak kaya, pintar, cantik dan sebagainya, padahal sebenarnya ia tidak seperti itu. Ini membuktikan bahwa ia sudah tidak jujur terhadap dirinya sendiri, tidak hanya kepada orang lain saja. Dengan kata lain, ia seperti memakai topeng. Orang tersebut melakukan hal itu karena tidak ingin dipandang rendah oleh banyak orang, padahal sesungguhnya belum tentu orang lain merendahkannya.
Tuhan tidak ingin kita menjadi pribadi yang rendah diri. Bisa saja kita memandang kelemahan dan kekurangan kita sebagai sesuatu yang buruk, tetapi tidak demikian dengan Tuhan. Oleh sebab itu, terimalah keadaan kita apa adanya. Jangan pernah membandingkan keberadaan kita dengan orang lain. Maksimalkan apa yang kita miliki dan tetaplah menerima apa pun atau bagaimanapun keadaan kita. Tuhan Yesus memberkati.
Doa:
Tuhan Yesus, tolonglah aku untuk bisa menerima diriku apa adanya, karena aku tahu bahwa Engkau selalu memandangku indah. Amin. (Dod).
Bacaan: 2 Samuel 15:32-34
Ketika Daud sampai ke puncak, ke tempat orang sujud menyembah kepada Allah, maka datanglah Husai, orang Arki, mendapatkan dia dengan jubah yang terkoyak dan dengan tanah di atas kepala.
Berkatalah Daud kepadanya: "Jika engkau turut dengan aku, maka engkau menjadi beban kepadaku nanti,
tetapi jika engkau kembali ke kota dan berkata kepada Absalom: Aku ini hambamu, ya raja, sejak dahulu aku hamba ayahmu, tetapi sekarang aku menjadi hambamu, — dengan demikian engkau dapat membatalkan nasihat Ahitofel demi aku."
Renungan:
Sebagai manusia pasti kita menginginkan agar doa-doa kita dijawab oleh Tuhan. Namun, pernahkah kita meminta kepada Tuhan agar diri kita sendiri yang dipakai Tuhan untuk menjadi penolong bagi orang lain atau menjadi jawaban doa bagi orang-orang yang membutuhkan pertolongan?
Husai merupakan orang yang dipakai Tuhan untuk menolong Daud saat Daud berada dalam kesulitan. Meskipun Daud adalah seorang raja, namun ia juga memiliki rasa khawatir akan keselamatannya. Itulah yang dialaminya ketika Absalom, yang adalah anaknya sendiri memberontak kepadanya. Absalom berhasil mencuri hati sebagian rakyat untuk berpihak kepadanya. Perasaan Daud pun semakin tidak karuan ketika mengetahui bahwa salah seorang penasihatnya yaitu Ahitofel telah bersekongkol dengan Absalom untuk melengserkan dia. Persekongkolan ini membuat semakin banyak rakyat yang berpihak kepada Absalom. Kemudian Daud bersama sejumlah pengikut yang setia kepadanya keluar dari Yerusalem. Mereka berjalan menuju ke bukit Zaitun. Di dalam perjalanan itu Daud sempat berdoa memohon kepada Tuhan agar Tuhan menggagalkan nasihat Ahitofel. Ketika menunggu jawaban Tuhan atas doanya, datang Husai menemui Daud. Apakah ini merupakan jawaban Tuhan atas doanya? Alkitab tidak menyatakan secara tegas. Tidak dijelaskan alasan Husai menemui Daud
Mungkin saja hanya karena simpati, terlihat dari jubah yang terkoyak yang dikenakannya dan dengan tanah di atas kepalanya. Tetapi, melihat apa yang dilakukan Husai selanjutnya, maka bisa dikatakan bahwa ini adalah jawaban Tuhan. Di sini kita melihat ketulusan hati yang dimiliki oleh Husai untuk membantu Daud. Daud hanya berkata, "Jika engkau ......" Dan tanpa membantah sedikitpun, Husai langsung menuruti apa yang diamanatkan raja kepadanya.
Melalui tokoh Husai ini, marilah kita belajar agar tidak menjadi manusia yang egois. Jangan hanya meminta agar harapan kita saja yang dipenuhi, namun selipkanlah juga di dalam doa kita agar kita dimampukan untuk memberikan diri atau hidup kita untuk menjadi alat Tuhan, yaitu sebagai jawaban doa bagi orang lain. Tuhan akan memakai orang yang hatinya sudah siap untuk menjadi agen-agennya di dalam melakukan misi pemulihan bagi jiwa-jiwa yang membutuhkan. Sadarlah, kalau tidak sekarang, kapan lagi kita akan menjadi kepanjangan tangan Tuhan untuk sesama yang membutuhkan? Tuhan Yesus memberkati.
Doa:
Tuhan Yesus, pakailah diriku menjadi alat-Mu untuk menolong orang lain. Amin
CINTA
Renungan Bulan Mei
Dalam kehidupan sehari-hari, tak jarang kita membicarakan Cinta ataupun Kasih. Kata yang mudah sekali untuk diucapkan, namun sangat berbanding terbalik dengan perwujud-nyataannya. Banyak sekali tantangan dalam mengejawantahkan makna “Cinta” itu dalam kehidupan sehari-hari kita. Baik dalam keluarga, lingkungan kerja, maupun dalam lingkungan masyarakat di mana kita tinggal. Terkadang kita masih terlalu egois untuk mampu berbagi “cinta atau kasih” kepada sesama kita. Jangankan terhadap orang lain, untuk keluarga kita sendiri saja terkadang kita masih itung-itungan.
Berbicara hal tersebut, kita bisa belajar dari Bunda seluruh umat beriman, Bunda Maria. Bunda Maria sungguh sudah memberi contoh kepada kita apa itu makna Cinta atau Kasih yang sesungguhnya. Cinta kasih Bunda Maria sungguh nyata dalam hidup dan karya Putera-Nya Yesus, yang juga merupakan contoh utama bagi kita dalam hal Cinta kasih. Bunda Maria dengan setia menemani Yesus dalam perjalanan ke Golgota hingga di puncak bukit tengkorak, sekalipun sebagian dari murid-murid meninggalkan Yesus karena Takut.
Satu kata yang tidak bisa dilepaskan dari cinta kasih Bunda Maria tersebut, yaitu bahwa cinta kasih tidak bisa lepas dari sebuah “Kehadiran”. Kehadiran ini direalisasikan sungguh sangat istimewa dalam Cinta. Dalam Cinta, Aku, Kamu dan Engkau mampu mencapai taraf KITA. Satu kesatuan baru yang tidak mungkin dipisahkan ke dalam dua bagian. Bunda Maria selalu siap sedia hadir dalam perjalanan hidup Yesus, baik dalam keadaan susah maupun dalam keadaan senang. Maka, perlu kita pertanyakan orang-orang yang mudah mengatakan “aku mengasihimu; aku mencintaimu” namun tidak mampu hadir dalam hidup orang yang ia berikan kalimat tersebut. Perlu kita ingat juga bahwa Bunda Maria tidak hanya hadir menemani Yesus. Bunda Maria juga setia mendampingi Yesus mulai dari Bertlehem hingga di Golgota. Semua itu dilakukan Bunda Maria karena Bunda Maria sungguh mencintai dan mengasihi Yesus.
Yesus, Tuhan kita, menitipkan Bunda Maria kepada murid yang dikasihi-Nya, kepada Gereja, dan kepada kita semua, umat beriman. Yesus juga menitipkan kita kepada Bunda Maria. Bunda Maria adalah Bunda Gereja dan bunda kita. Dengan demikian, berarti bahwa Bunda Maria harus menjadi model kita dalam menjalani hidup kita. Akan selalu ada situasi yang membuat iman kita diuji; di mana kita merasa sungguh jatuh dan tertekan dengan segala permasalahan. Janganlah kita menjadi kuatir. Mari kita semua belajar dari Bunda Maria. Kita harus tetap menjadi bukti kehadiran Cinta bagi sesama kita. Dengan demikian kita sudah menjadi saksi Cinta Yesus Kristus di mana saja dan kapan saja. Mari kita bersama-sama menjadi bukti bahwa kita, umat beriman, sungguh-sungguh Kristus. Amin.
Bacaan: Filipi 2:14-15
"Lakukanlah segala sesuatu dengan tidak bersungut-sungut dan berbantah-bantahan,
supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia."
Renungan:
Seorang anak sedang menyapu halaman rumahnya yang ditumbuhi beberapa pohon belimbing. Daun belimbing yang sering rontok sangat merusak pemandangan dan setiap hari hari ia harus menyapu nya. Anak itu melakukan pekerjaan menyapu halaman dengan rajin, tetapi lama-kelamaan ia merasa kesal juga karena dalam waktu beberapa jam saja daun-daunnya sudah berjatuhan lagi. Dalam kekesalan, anak itu bersandar di pohon belimbing sambil memikirkan bagaimana caranya agar ia tidak banyak membuang tenaga untuk menyapu halaman. Melihat gelagat si anak, ayahnya mendekatinya dan berkata, "Kelihatannya kamu sedang kesal? Apa yang sedang kamu pikirkan?" "Iya Yah, saya sedang berpikir bagaimana agar daun-daun belimbing ini tidak berjatuhan lagi ke tanah. Dengan begitu kan saya tidak akan capek menyapu terus-menerus," jawab si anak. "Begini saja, bagaimana kalau kamu menggoyang-goyangkan pohon-pohon belimbing ini agar daun-daunnya jatuh," saran ayahnya. Sambil meloncat kegirangan si anak berlari dan mulai menggoyang-goyangkan pohon belimbing mereka. "Ini ide yang bagus Ayah," katanya. Hari itu si anak merasa sangat puas dan malam hari pun dia bisa beristirahat dengan nyenyak. Di dalam hati ia berpikir bahwa esok hari ia tidak perlu bangun pagi-pagi lagi untuk menyapu halaman, karena tidak akan ada daun yang jatuh. Namun betapa terkejut dan kecewanya si anak karena keesokan harinya ternyata daun daun belimbing masih berjatuhan di halaman. Saat itu ayahnya datang dan berkata kepadanya, "Daun-daun yang rontok adalah suatu kenyataan yang tidak dapat diubah, apalagi kalau tiba musim gugur. Kita tidak dapat mengubah segala sesuatu menjadi sesuai dengan keinginan kita. Yang dapat kita ubah adalah diri kita, dalam hal ini hati kita. Jika engkau harus menyapu setiap hari, kerjakanlah itu dengan hati yang bersyukur dan tidak menggerutu," nasihat ayahnya.
Ketika bangun pagi ini, apakah ada gairah yang baru untuk melakukan aktivitas dan tanggung jawab yang harus kita kerjakan atau sebaliknya kita memulai hari ini dengan berat hati dan bersungut-sungut? Kita jenuh dan malas untuk mengerjakan sesuatu dan berharap segalanya berubah menjadi seperti yang kita harapkan? Jika ini yang terjadi, mari ubah sikap hati kita menjadi hati yang bergairah dan tidak bersungut-sungut mengerjakan tanggung jawab kita. Dengan demikian pekerjaan yang kita lakukan akan terasa lebih ringan dan menyenangkan, karena sebenarnya berat tidaknya pekerjaan terletak pada sikap hati kita. Hanya dengan sikap hati yang bersyukurlah kita bisa melalui setiap hari dengan kemenangan. Mari kita menjadikan setiap hari sebagai hari yang indah dan memandang setiap tugas pekerjaan yang harus kita kerjakan sebagai ibadah yang indah dimata Tuhan. Tuhan Yesus memberkati.
Doa:
Tuhan Yesus ajarilah aku mengerjakan pekerjaan ku dengan tidak bersungut-sungut, dan memandangnya sebagai ibadah kepada-Mu. Amin.
Salah satu ucapan bahagia yang disampaikan Yesus pada waktu berkhotbah di bukit adalah, "Berbahagialah orang yang lemah lembut,... (Matius 5:5). Sebagian orang mengartikan kata lemah lembut hanya sebatas pada keramahan, kesopanan dan nada bicara yang pelan jika berbicara. Sementara itu ada yang mengartikan orang yang lemah lembut sebagai orang yang tidak gampang marah, sabar menanggung beban, tahan terhadap luka hati dan cercaan, ramah, tidak iri, tidak keras hati, tetapi dengan mudah taat pada kehendak Allah. Di kalangan orang Yahudi ada sebuah nyanyian yang syairnya berkata, "Kebijaksanaan, ketaatan dan kelemahlembutan sangatlah berharga, tetapi yang paling berharga dari semuanya adalah kelemahlembutan. Biarlah setiap orang lemah lembut seperti Hillel dan jangan pemarah seperti Shammai." Hillel dan Shammai adalah dua rabi Israel yang cukup terkenal. Mereka hidup pada zaman Bait Allah kedua. Hillel dikenal sebagai orang yang sabar, lembut dan rendah hati, sedangkan Shammai adalah orang yang keras hati, cepat emosi dan tidak sabar. Orang yang tidak cepat terluka dan sakit hati memang lebih disenangi daripada orang yang pemarah dan tidak sabar. Ia jarang bermasalah dalam berhubungan dengan orang lain.
Di dalam kehidupan sehari-hari, ketika bergaul dengan sesama, kita akan selalu menghadapi situasi yang mungkin membuat hati ini merasa tidak enak. Orang yang suka membangkang, pembicaraan yang menyinggung perasaan dan tindakan yang membuat hati terluka, itu pasti akan kita temukan. Kita tidak bisa melarang agar orang tidak menyakiti hati kita, karena jika demikian kita akan kecewa dan membenci semua orang. Kita perlu meminta agar Tuhan memampukan kita menjadi orang yang lemah lembut, kuat dan sabar menanggung beban. Latihlah diri kita dengan membuang ego dan kesombongan yang membuat kita sulit menjadi orang yang lemah lembut. Tuhan Yesus memberkati.
Doa:
Tuhan Yesus terkadang aku tidak mampu menjaga hatiku. Biarlah rohmu yang kudus menolong aku menjadi orang yang lemah lembut. Amin.